BAB
I
PENDAHULUAN
Pengetahuan adalah sesuatu yang
diketahui langsung dari pengalaman, berdasarkan pancaindra, dan diolah oleh
akal budi secara spontan. Pada intinya, pengetahuan bersifat spontan, subjektif
dan intuitif. Pengetahuan dapat dibedakan menjadi pengetahuan non-ilmiah dan
pengetahuan pra-ilmiah. Pengetahuan non-ilmiah adalah hasil serapan indra
terhadap pengalaman hidup sehari-hari yang tidak perlu dan tidak mungkin diuji
kebenarannya. Sedangkan pengetahuan pra-ilmiah adalah hasil serapan indra dan
pemikiran rasional yang terbuka terhadap pengujian lebih lanjut menggunakan
metode-metode ilmiah, dituangkan kedalam karya ilmiah, dengan menggunakan
penjelasan ilmunya dengan argumentasi ilmiah, dan membuktikan kebenaran ilmunya
berdasarkan kriteri tertentu.
Menjadi seorang ilmuwan yang
meneliti suatu bidang dalam rangka menghasilkan ilmu tidaklah mudah, beberapa
tokoh Ilmuwan tentunya melalui beberapa tahapan dan metode untuk menemukan
suatu ilmu. Ilmu
pengetahuan akan diterima oleh masyarakat luas apabila sudah terbukti kebenaran
dan keabsahannya, tentu saja yang demikian itu tidak didapatkan dengan mudah,
harus melalui proses yang panjang dan pembuktian kebenarannya
Seorang ilmuwan harus peka akan
fenomena yang terjadi di dunia ini, baik fenomena alam fisik, alam hayati,
termasuk fenomena manusia sebagai individu, insan social, politik, ekonomi
maupun sebagai hamaba Tuhan Yang maha Esa. Banyak aspek yang berhubungan dengan
bagaimana seorang ilmuwan bekerja. Yang mana proses bekerja seorang ilmuwan
berkaitan erat dengan cara kerja seorang ilmuwan.
Dari beberapa pernyataan diatas
maka timbulah suatu pertanyaan “bagaimana cara kerja ilmuwan?” dan dari semua
uraian diatas sebaiknya kita sebagai orang yang mencintai ilmu, patutlah
mengetahui, memahami dan mempelajari bagaimana cara kerja para ilmuwan
terdahulu sebagai acuan agar kita mampu meneliti suatu permasalahan atau
mengkaji suatu kebenaran ilmu pengetahuan yang digeluti.
1.
Bagaimana
definisi ilmu?
2.
Apa
pengertian pengetahuan?
3.
Bagaimana hakikat dari seorang ilmuwan?
4.
Bagaimana
yang dimaksud dengan hakikat pengetahuan?
5.
Bagaimana
cara mengggunakan metode ilmiah?
6.
Bagaimana
suatu karya disebut karya ilmiah?
7.
Bagaimana
menjelaskan ilmu dengan argumentasi ilmiah?
8.
Bagaimana
menggunakan sarana berfikir ilmiah?
9.
Bagaimana
cara membuktikan kebenaran berdasarkan kriteria tertentu?
C.
Tujuan
Adapun tujuan untuk berbagi
pengetahuan dan wawasan mengenai cara kerja ilmuwan kepada masyarakat awam pada
umumnya dan kaum intelektual (mahasiswa) pada khususnya.
1.
Untuk
mengtahui definisi ilmu?
2.
Untuk
mengtahui pengertian pengetahuan?
3.
Untuk mengetahui hakikat dari seorang ilmuwan?
4.
Untuk mengetahui hakikat pengetahuan?
5.
Untuk mengetahui cara mengggunakan metode
ilmiah?
6.
Untuk mengetahui suatu karya disebut karya
ilmiah?
7.
Untuk mengetahui menjelaskan ilmu dengan
argumentasi ilmiah?
8.
Untuk mengetahui sarana berfikir ilmiah?
9.
Untuk mengetahui cara dalam membuktikan
kebenaran berdasarkan kriteria tertentu?
D.
Manfaat
1.
Bagi
Penulis
Penulisan
karya ilmiah ini sangat bermanfaat bagi penulis, yaitu sebagai suatu usaha
dalam meningkatkan kualitas keilmuan pribadi, dan sebagai suatu bahan referensi
untuk berdiskusi untuk ilmu dalam perkuliahan .
2.
Bagi
Pembaca
Penulisan
karya
ilmiah ini diharapkan mampu menambah
wawasan pembaca mengenai cara kerja para ilmuwan yang normatif.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
Ilmu sebagai aktivitas
ilmiah dapat berwujud penelaahan (study), penyelidikan (inquiry),
usaha menemukan (attempt to find) atau pencarian (search). Metode
ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan, pikiran, pola kerja,
tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau
memperkembangkan pengetahuan yang ada.
Dari aktivitas ilmiah
dengan metode ilmiah yang dilakukan oleh para ilmuwan dapatlah dihimpun
sekumpulan pengetahuan yang baru atau disempurnakan pengetahuan yang telah ada,
sehingga di kalangan ilmuwan maupun para filsuf pada umumnya terdapat
kesepakatan bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan pengetahuan yang sistematis.
B.
Pengetian Pengetahuan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia Pengetahuan atau sains didefinisikan sebagai studi sistematis yang diperoleh melalui suatu observasi, penelitian, serta telah diuji coba yang mengarah pada sebuah penentuan dengan sifat dasar atau berupa prinsip sesuatu yang sedang dipelajari, diselidiki, dan sebagainya. Pengetahuan memiliki ciri utama yaitu suatu studi yang berurusan dengan kumpulan fakta atau kebenaran yang disusun secara sistematis dan menunjukkan operasi hukum umum: misalnya, ilmu matematika.
Pengertian Pengetahuan Menurut Para
Ahli
1)
Notoatmodjo (2007) Pengetahuan yaitu hasil dari pemahaman setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap sebuah obyek tertentu. Penginderaan
tersebut terjadi melalui panca indera yang dimiliki oleh manusia, yakni indera
pendengaran, penglihatan, penciuman bau, rasa serta raba. Diketahui sebagaian
besar pengetahuan yang diperoleh manusia yaitu melalui indra penglihatan dan
pendengaran.
2)
Bates (2005) Pengetahuan adalah informasi yang diberikan makna dan
terintegrasi dengan konten pemahaman lain.
3)
Dixon (2000) Pengetahuan adalah tautan bermakna yang dibuat orang dalam benak mereka
antara informasi dan penerapannya pada tindakan dalam pengaturan tertentu.
4)
Smith & Webster (2000) Pengetahuan adalah akumulasi dari segala sesuatu
yang diketahui dan digunakan organisasi dalam menjalankan urusannya.
Dengan
berbagai definisi yang telah disebutkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa definisi pengetahuan adalah pemahaman yang dibangun oleh analisis
informasi. Pengetahuan sering tertanam di dalam orang dan dapat ditingkatkan
melalui informasi yang didapat serta hasil interaksi dengan orang lain.
a.
Metodologi
Pengtahuan
1.
Pengamatan
obyektif: Pengukuran dan data (mungkin meskipun tidak harus menggunakan
matematika sebagai alat)
2.
Bukti
3.
Eksperimen
dan / atau observasi sebagai tolok ukur untuk menguji hipotesis
4.
Induksi:
alasan untuk menetapkan aturan umum atau kesimpulan yang diambil dari fakta
atau contoh
5.
Pengulangan
6.
Analisis
kritis
7.
Verifikasi
dan pengujian: paparan kritis terhadap pengawasan, tinjauan sejawat dan
penilaian
b.
Jenis-Jenis
Pengetahuan
1.
Pengetahuan
Implisit
Pengetahuan
Implisit yaitu sebuah pengetahuan yang sudah tertanam pada bentuk yang berasal
dari pengalaman seseorang dan mengandung banyak faktor yang dikatahui masih
belum nyata sebagai contoh seperti perspektif, keyakinan pribadi serta
prinsip-prinsip. Pengetahuan Implisit merupakan penerapan pengetahuan
eksplisit. Keterampilan yang dapat ditransfer dari satu pekerjaan ke pekerjaan
lain adalah salah satu contoh pengetahuan implisit.
Pengetahuan
implisit adalah aplikasi praktis dari pengetahuan eksplisit. Kemungkinan ada
banyak contoh pengetahuan implisit di sekitar kita. Sebagai contoh misalnya,
seseorang bertanya kepada anggota tim bagaimana melakukan tugas. hal ini bisa
memicu percakapan tentang berbagai pilihan untuk melakukan tugas, serta hasil
potensial, yang mengarah ke proses yang tepat untuk menentukan tindakan
terbaik. Pengetahuan implisit anggota tim itulah yang mengarahkan percakapan
tentang bagaimana melakukan sesuatu dan apa yang bisa terjadi. Selain itu,
praktik dan keterampilan terbaik yang dapat ditransfer dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lain adalah contoh dari pengetahuan implisit.
2.
Pengetahuan
Eksplisit
Pengetahuan Eksplisit adalah pengetahuan yang mudah diartikulasikan,
ditulis, dan dibagikan. Pengetahuan Eksplisit adalah pengetahuan yang sudah
sistematis di dokumentasi dan tersimpan dalam bentuk nyata baik berupa media,
atau yang lainnya. Hasil dari pengetahuan ini biasanya sudah di artikulasi ke
dalam suatu bentuk yang formal, mudah dipahami dan relatif mudah untuk di
bagikan secara luas kepada publik. Contoh informasi baku yang sudah tersimpan
yaitu konten pada website seperti
jagad.id. Sebagai contoh yang lain dari pengetahuan eksplisit, yaitu lembar
data perusahaan, laporan penelitian, dll. Semua itu merupakan contoh dari
pengetahuan yang eksplisit.
3.
Pengetahuan
Empiris
Pengetahuan
empiris yaitu suatu pengetahuan yang lebih memprioritaskan pengamatan dan
pengalaman atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan pengetahuan
posteriori. Untuk bisa mendapatan pengetahuan jenis ini maka memerlukan suatu
pengamatan yang harus dilakukan dengan cara rasional dan empiris. Pengetahuan
empiris ini dapat dikembangkan menjadi pengetahuan jenis deskriptif yang mana merupakan suatu pengetahuan seseorang
menguraikan dan melukiskan dengan berbagai macam penjelasan berkaitan dengan
semua karakteristik ciri-ciri, serta efek yang dimiliki pada objek empiris.
Pengetahuan
empiris ini sebenarnya dapat diperoleh melalui suatu pengalaman pribadi
individu yang terjadi secara berulang dalam hidupnya. Sebagai contoh, seseorang
yang terpilih untuk menjadi seorang pimpinan pada sebuah organisasi maka bisa
dipastikan orang tersebut memiliki pengetahuan mengenai bagaimana cara
manajemen organisasi yang tepat.
4.
Pengetahuan
Taktik
Pengetahuan taktik adalah pengetahuan yang dimiliki
dan dikumpulkan dari pengalaman serta konteks pribadi. Pengetahuan ini merupakan
informasi yang, jika ditanyakan akan menjadi sangat sulit untuk ditulis,
diartikulasikan, atau disajikan dalam bentuk yang nyata. Sebagai contoh,
seseorang memiliki pengetahuan cara membuat resep terkenal keluarganya.
Kemudian, jika dia memberi kartu resep,
tetapi ketika anda mencobanya sendiri, anda merasa ada sesuatu yang hilang dan
tidak sama seperti yang orang tersebut buat. Setelah pengalaman bertahun-tahun,
orang tersebut telah mempelajari perasaan yang tepat untuk adonan, atau berapa
lama sesuatu harus ada di dalam oven. Terkadang banyak hal yang tidak bisa
dijelaskan; namun hanya bisa dirasakan.
5.
Pengetahuan
Rasionalisme
Pengetahuan
rasionalisme adalah sebuah pengetahuan yang bisa diperoleh melalui akal
pikiran. Rasionalisme lebih mengedepankan berdasarkan suatu pengetahuan yang
tidak memiliki penekanan berdarkan pengalaman individu. Sebagai contoh
pengetahuan rasional dapat dilihat dari pengetahuan matematika yang mana dalam
ilmu matematika ini hasil penjumlahan bilangan desimal dari 1 + 1 = 2 Tentunya
hal ini tidak di dapatkan dari pengalaman dan pengamatan empiris, tetapi
cenderung melalui pikiran untuk bisa berpikir secara logis.
c.
Sumber
Pengetahuan
Tentunya
kitaseringkali mendengar kutipan “Hidup adalah pilihan”. Hidup
adalah hal yang harus dijalani oleh semua manusia yang terlahir di muka bumi
ini. Manusia akan mengalami berbagai perasaan dalam hidupnya, seperti bahagia,
sedih, marah, cemas, takut, senang, jatuh cinta, dll. Dalam proses kehidupan, ada banyak masalah, cobaan,
rintangan, yang terkadang menghambat kesuksesan dalam hidup seseorang. Apa yang
dirasakan seseorang ditentukan oleh pilihannya tersebut dan keakuratan
pemecahan masalah ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki.
Sains
adalah berbagai pengetahuan dimiliki oleh individu yang membedakan individu
dengan individu lain. Ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari mana saja, asalkan
ada niat untuk mencarinya dengan serius. Secara garis besar, ilmu pengetahuan
terdiri dari dua sumber utama, yaitu:
1.
Pengalaman
Pribadi
Ada pepatah
lama yang mengatakan bahwa “pengalaman adalah guru terbaik”. Penyebab
pengalaman disebut sebagai guru terbaik adalah karena melalui pengalaman
seseorang menerapkan pengetahuan yang dimilikinya. Ketika proses penerapan
sains, kecacatan pengetahuan yang dimiliki seseorang secara langsung dikoreksi
oleh realitas dunia. Siklus belajar berulang menerapkan koreksi secara terus
menerus membuat seseorang menjadi orang yang lebih baik.
2.
Pengalaman
Orang Lain
Masa hidup
rata-rata manusia hanya yaitu sekitar 60-70 tahun. Hanya berdasarkan pengalaman
pribadi yang didapat dari masa hidup sangat singkat tidak mungkin membuat
seseorang menjadi orang yang cerdas, bijaksana, dan baik. Karena itu, penting
bagi seseorang untuk belajar dari pengalaman orang lain untuk menambah nilai
sains yang dimilikinya.
Pengalaman orang
lain dapat dipelajari dari berbagai media, seperti artikel blog pribadi, buku
biografi, autobiografi dan posting berfaedah seseorang di media sosial. Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan
lebih akurat, pengalaman orang lain dapat dipelajari melalui diskusi dengan
lainnya.
Untuk
memaksimalkan hasil pengetahuan yang akan diperoleh, penting bagi peserta didik
untuk mempersiapkan pertanyaan kritis sebagai pemantik dari proses mengingat
dalam diskusi. Kualitas pengetahuan seseorang tidak hanya ditentukan oleh
jumlah data yang dimiliki oleh memori di otak. Keinginan untuk berpikir dan
menganalisis data dalam memori otak sangat penting bagi setiap orang untuk
menghasilkan ilmu yang baik. Selama seseorang hidup, sebanyak pengalaman orang
lain yang telah belajar, jika tidak mampu mengolahnya dengan benar, maka
kematangan seseorang tidak akan terbentuk secara maksimal.
Peran utama
sains adalah sebagai pembeda. Seseorang yang berpengetahuan mampu membedakan
hal-hal baik dan buruk secara akurat. Seseorang yang berpengetahuan luas dapat
membedakan hal-hal yang membutuhkan waktu lama dan sebentar. Seseorang yang
berpengetahuan luas mampu membedakan hal-hal yang bermanfaat serta berguna bagi
diri mereka sendiri dan bermanfaat bagi orang lain. Jadi, seseorang yang
berpengetahuan luas dapat memilih keputusan yang paling tepat untuk diambil
dalam menjalani kehidupan.
Begitulah
refleksi dalam proses kehidupan yang pada dasarnya merupakan pilihan. Sains
memainkan peran seperti cahaya. Seperti kutipan yang sering kita dengar “Ilmu
adalah Cahaya” tanpa pengetahuan, manusia akan menjadi buta, sehingga
tidak dapat memilih pilihan terbaik, tepat, dan akurat.
C.
Hakikat Ilmu Pengetahuan
Khazanah
kehidupan manusia yang begitu luas memang memungkinkan menguasai segala
pengetahuan. Satu orang menguasai berbagai ilmu pegetahuan mulai dari yang
sederhana sampai ke yang kompleks. Tiap pengetahuan tentu ada berbagai ciri
khas. Hal ini memungkinkan kita mengenali berbgai pengetahuan yang ada seperti
ilmu pengetahuan, seni, dan agama serta meletakkan mereka pada tempatnya
masing-masing yang saling memperkaya kehidupan kita. Orang dapat mengenal
hakikat, sastra, dan budaya menurut katagori tertentu. Tanpa mengenal kategori
atau ciri-ciri tiap pengetahuan dengan benar maka bukan saja kita dapat
memanfaatkan kegunaannya secara maksimal namun kadang kita bisa
terjerumus. Pengetahuan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
diketahui manusia. Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan yang paling
sempurna dibandingkan makluk lain (hewan dan tumbuhan). Manusia makhluk yang
paling sempurna karena manusia mempunyai akal yang selalu berkembang, sedangkan
hewan mempunyai akal tetapi akalnya tidak berkembang atau disebut dengan
insting.
Pengetahuan (knowledge) adalah
sesuatu yang diketahui langsung dari pengalaman, berdasarkan panca indra, dan
diolah oleh akal budi secara spontan. Pengetahuan masih pada tataran inderawi
dan spontanitas, belum ditata melaui metode yang jelas. Pada intinya,
pengetahuan bersifat spontan, subjektif dan intuitif. Pengetahuan berkaitan erat
dengan kebenaran, yaitu kesesuaian antara pengetahuan yang dimiliki
manusia dengan realitas yang ada pada objek. Pengetahuan juga dapat
diartikan sebagai segala sesuatu yang diketahui manusia. Manusia adalah makhluk
hidup ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan makluk lain (hewan dan
tumbuhan). Manusia makhluk yang paling sempurna karena manusia mempunyai akal
yang selalu berkembang, sedangkan hewan mempunyai akal tetapi akalnya tidak
berkembang atau disebut dengan insting. Namun, kadang-kadang kebenaran
yang ada dalam pengetahuan masih belum tertata rapi, belum teruji secara
metodologis. Orang melihat gunung meletus, itu pengetahuan. Orang merasakan
gempa, lalu lari tunggang langgang ke luar rumah, itu pengetahuan. Pengetahuan
masih sering bercampur dengan insting.
Ilmu (sains)
berasal dari bahasa latin scientin yang
berarti knowledge. Ilmu dipahami sebagai proses penyelidikan yang
berdisiplin tertentu. Ilmu bertujuan untuk meramalkan dan memahami
gejala-gejala alam. Meramalkan tidak lain sebuah proses. Meramalkan bisa saja
melalui penafsiran. Ilmu sebenarnya juga sebuah pengetahuan, namun telah
melalui proses penataan yang sistematis. Ilmu telah memiliki metodologi yang
andal. Ilmu dan pengetahuan sering kali dikaitkan, hingga membentuk dunia ilmiah.
Gabungan ilmu dan pengetahuan selalu terjadi di raanah penelitian apapun. Ilmu
tanpa pengetahuan tentu sulit terjadi. Pengetaahuan yang disertai ilmu, jelas
akan lebih esensial.
Ilmu
pengetahuan ialah ilmu pengetahuan yang telah diolah kembali dan disusun
secara metodis, sistematis, konsisten, dan koheren. Inilah ciri-ciri ilmu
pengetahuan, yang membedakan dengan
pengetahuan biasa. Agar pengetahuan menjadi ilmu, maka pengetahuan tadi harus
dipilih (menjadi suatu bidang tertentu dari kenyataan) dan disusun secara
metodis, sistematis, serta konsisten. Pengetahuan dan ilmu pengetahuan tentu
berkaitan dengan realitas. Orang yang mempelajari pengetahuan dan ilmu
pengetahuan akan menelususri realitas secara cermat. Hakikat kenyataan atau
realiats memang bisa didekati dari sisi ontologi dengan dua macam sudut padang
yaitu kuantitatif dan kualitatif.
Atas
dasar pelacakan realitas, pengetahuan dan ilmu pengetahuan semakin kaya. Secara
sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis. Realita itu yang menarik perhatian para
ilmuan. Tanpa realitas, kita sulit menyebut di dunia ini ada bermacam-macam
air, bunga, angin, jamur, dan lain-lain. Realitas pula yang hendak menyadarkan
manusia hingga tahu, bahwa ketika orang minum teh, sebenarnya sedang menikmati
bunga, air, daun, dan sebagainya. Biarpun hanya minum teh, sebenarnya manusia
tengah berfikir ribuan orang yang menghasilkan teh itu. Jadi, ontologi akan
menguraikan asal-usul suatu fenomena secara mendasar atas dasar fakta-fakta,
data-data, dan metode yang mantap. Sedangkan epistimologi merupakan persoalan
bagaimana menemukan kebenaran tentang suatu objek materi, melalui berbagai
macam sudut pandang (objek forma), metoda dan sistem. Menurut Suriasumantri
aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut
sebgai kebenaran atau kenyataan itu, sebagaimana kehidupan kita yang
menjelajahi kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materiil, dan
kawasan simbolik yang masing-masing menunjukan aspeknyasendiri-sendiri. Lebih
dari itu, aksiologi juga mennjukan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan
di dalam menerapkan ilmu kedalam praksis.
D.
Hakikat Ilmuwan
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa ilmuwan adalah orang yang ahli;
banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu; orang yang berkecimpung dalam ilmu
pengetahuan; orang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan
sungguh-sungguh. Istilah ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang
untuk menggali permasalahan ilmu secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan
dalam bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan untuk
berbagi hasil tersebut kepada masyarakat.
Seorang di katakana Ilmuwan adalah seseorang
yang secara sistematis mengumpulkan dan menggunakan penelitian dilengkapi
dengan bukti, kemudian membuat hipotesis serta mengujinya untuk bisa
mendapatkan berbagi pemahaman dalam ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
adalah bagaimana manusia bisa memahami dirinya serta lingkungan
sekitarnya, dengan meneliti hubungan serta pengaruh dari hal-hal tersebut
antara satu sama lainnya, yang kemudian bisa menjelaskan dan menerapkan hasil
pengetahuannya dengan cara menggunakan aktivitas serta metode yang ada sehingga
diperoleh suatu kumpulan informasi yang lengkap serta sistematis mulai dari
awal hingga pada saat ini.
Seorang ilmuwan dapat didefinisikan lebih
lanjut dengan:
1.
Bagaimana mereka melakukannya, misalnya dengan menggunakan statistik (ahli
statistik) atau data (data informasi)
2.
Apa yang
mereka ingin pahami, misalnya unsur-unsur di alam semesta (Ahli Kimia, Ahli
Geologi, dll), atau bintang-bintang di langit (Astronom)
3.
Di mana mereka
menerapkan ilmu mereka, misalnya dalam industri makanan (Ilmuwan Makanan)
Seseorang
dikatakan ilmuwan adalah apabila dirinya sangat menyukai ilmu pengetahuan dan
kebenaran dari suatu permasalahan, memiliki pribadi yang layak untuk dikatakan
ilmuwan, memahami tanggung jawabnya sebagai seorang ilmuwan juga memenuhi
standar yang disyaratkan. Salah satu syarat yang harus dilaluinya adalah
mengadakan suatu penelitian yang menggunakan suatu metode ilmiah dalam rangka
menghasilkan suatu karya ilmiah.
Adapun
tanggung jawab seorang ilmuwan menurut Nita (2013) adalah mengembangkan ilmu
pengetahuan melalui beberapa penelitian dan pengembangan, menumbuhkan sikap
produktif, dan menguasai bidang kajian ilmu secara mendalam. Seorang ilmuwan
juga harus mampu meninggikan kesejahteraan masyarakat dengan menemukan suatu
permasalahan dan mengkomunikasikannya sehingga mampu mengungkapkan kebenaran
terhadap masyarakat. Selain itu terdapat tanggungjawab secara sosial, moral dan
etika.
Adapun menurut Pielke (2007) ada empat
tipe peran ilmuwan:
1.
Ilmuwan murni (pure scientist): tidak
memiliki ketertarikan khusus, hanya membagi beberapa informasi-informasi yang
bersifat fundamental.
2.
Penyedia ilmu (science arbiter): sebagai
sumber daya, siap untuk menjawab segala sesuatu yang relevant dari pembuat
keputusan.
3.
Advokat isu (issue advocate): untuk
meyakinkan keputusan tertentu, memberitahu apa yang lebih baik dilakukan.
4.
Perantara jujur dari kebijakan alternatif
(honest broker of policy alternative): menyediakan informasi yang mendasar,
berusaha untuk mengembangkan (atau setidaknya mengklarifikasi) kemungkinan
pilihan-pilihan yang ada, kendala dan konsekuensinya, dan membiarkan pengambil
keputusan untuk memilih berdasarkan preferensi dan nilai-nilai. Membutuhkan
sekumpulan ahli dari berbagai sudut pandang, pengalaman, dan pengetahuan.
Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, ilmu pengetahuan melibatkan paling tidak enam komponen.
Di dalam komponen-komponen itu juga disebutkan mengenai bagaimana cara kerja
dan sikap seorang ilmuwan. Berikut keenam komponen yang dimaksud (Surajiyo.
2007):
1.
Masalah (Problem)
Ada tiga karakteristik yang harus
dipenuhi untuk menunjukkan bahwa suatu masalah bersifat scientific,
yaitu communicability, the scientific attitude, dan the
scientific method. Communicability berarti masalah adalah sesuatu
untuk curiosity, speculativeness, willingness to be objective,
willingness to suspend judgement, dan tentavity. The
scientific method berarti masalah harus dapat diuji.
2.
Sikap (Attitude)
Karakteristik yang harus dipenuhi
antara lain:
Curiosity berarti
adanya rasa ingin tahu tentang bagaimana sesuatu itu ada, bagaimana sifatnya,
fungsinya, dan bagaimana sesuatu dihubungkan dengan sesuatu yang lain.
Speculativeness.
Scientist harus mempunyai usaha dan hasrat untuk mencoba memecahkan
masalah, melalui hipotesis-hipotesis yang diusulkan.
Willingness to be
objective, hasrat dan usaha untuk berikap dan bertindak
objektif merupakan hal yang penting bagi seorang ilmuwan.
Willingness to susspend
judgement, ini berarti bahwa seseorang ilmuwan dituntut untuk
bertindak sabar dalam mengadakan observasi, dan bersikap bijaksana dalam
menentukan kebijakan berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan karena apa yang
diketemukan masih serba tentatif.
3.
Metode (Method)
Sifat scientific method
berkenaan dengan hipotesis yang kemudian diuji. Esensi science terletak
pada metodenya. Science sebagai teori, merupakan sesuatu yang selalu
berubah. Berkenaan dengan sifat metode scientific, para ilmuwan tidak
selalu memiliki ide yang pasti yang dapat ditunjukkan sebagai sesuatu yang
absolut atau mutlak.
4.
Aktivitas (Activity)
Science
adalah sesuatu lahan yang dikerjakan oleh para scientist, melalui apa
yang disebut scientific research, terdiri atas dua aspek, yaitu
individual dan sosial. Dari aspek individual, science adalah aktivitas
yang dilakukan oleh seseorang. Adapun dari aspek social, science has become
a cast institutional undertaking. Scientist menyuarakan kelompok
orang-orang ‘elite’, dan science merupakan a never ending journey, atau a
never ending effort.
5.
Kesimpulan (Conclusions)
Science lebih sering dipahami sebagai
a body of knowledge. Body dari ide-ide ini merupakan science
itu sendiri. Kesimpulan yang merupakan pemahaman yang dicapai sebagai hasil
pemecahan masalah adalah tujuan dari science, yang diakhiri dengan
pembenaran dari sikap, metode, dan aktivitas.
6.
Beberapa Pengaruh (Effects)
Sebagian dari apa yang dihasilkan
melalui science pada gillirannya memberi berbagai pengaruh.
Pertimbangannya dibatasi oleh dua penekanan, yaitu pertama, pengaruh ilmu
terhadap ekologi, melalui apa yang disebut dengan applied science, dan
kedua, pengaruh ilmu terhadap atau dalam masyarakat serta membudayakannya
menjadi berbagai macam nilai.
E.
Kemampuan Manusia Mengembangkan
Pengetahuan
Sejarah dunia telah menunjukkan
peradaban yang lebih maju menaklukkan peradaban yang lebih terbelakang. Yang
menang selanjutnya bisa saja ditaklukkan oleh peradaban lain lagi yang lebih
maju. Kadang kalanya terjadi pengecualian di mana bangsa barbar mampu menaklukkan
bangsa yang lebih maju seperti pada kasus invasi Mongol pada masa Genghis Khan.
Pada intinya yang kuat bertahan, yang lemah ditaklukkan.
Ilmu pengetahuan, menjadi
perintis yang membuat kemajuan teknologi menjadi lebih pesat dan tak
terbayangkan. Ia melampaui batas-batas praktis ke ranah abstrak yang sulit
dijangkau pikiran. Ilmu pengetahuan sendiri sebenarnya baru berkembang pada dua
milenium terakhir. Namun bisa kita lihat sendiri betapa pesatnya perkembangan
yang terjadi pada dua milenium terakhir ini.
Ilmu pengetahuan pun tidak
berjalan linear. Ia dapat timbul dan tenggelam. Ia hanyut bersama dalam
perkembangan peradaban manusia. Kapal dengan lambung melengkung yang merajai
Mediterania di jaman Yunani kuno hilang ditelan peradaban dan baru ditemukan
kembali pada era eksplorasi pada abad pertengahan.
F.
Metode Ilmiah
Metoda ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan
yang disebut ilmu (Budimansyah, 2013:42). Tapi, tidak semua pengetahuan disebut
ilmu. Karena syarat-syarat untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu
tercantum dalam metoda ilmiah (scientific method). Menurut tim rosda dalam
kamus filsafat (1995:204) pengertian scientific method adalah sebuah sistem
konseptual empiris, eksperimental, logicomathematical yang mengelola dan menghubungkan
fakta-fakta dalam sebuah struktur teori dan inferensi. Oleh karena itu,
pengetahuan yang akan dihasilkan diharapkan memiliki karakteristik sebagai
pengetahuan ilmiah yang memiliki sifat rasional dan teruji. Dalam hal ini maka
metoda ilmiah merupakan cara berfikir gabungan antara rasional (deduktif) dan
empirik (induktif).
Secara rasional ilmu meyusun pengetahuannya
secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empirik ilmu memisahkan
pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Secara sederhana maka hal
ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni (a)
harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak
terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan, dan (b) harus
cocok dengan fakta-fakta empirik, sebab teori yang bagaimana pun konsistennya
jika tidak didukung oleh pengujian empirik tidak dapat diterima kebenarannya
secara ilmiah. Sehubungan dengan komitmen bahwa logika ilmiah itu merupakan
gabungan antara logika deduktif dengan logika induktif, maka semua penjelasan
rasional yang diajukan sebelum teruji kebenarannya secara empirik hanyalah
bersifat sementara. Inilah yang kita kenal dengan nama hipotesis.
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban
sementara terhadap permaslahan yang sedang kita hadapi. Dalam melakukan
penelitian untuk mendapatkan jawaban yang benar maka seorang ilmuawan
seakan-akan melakukan suatu ’interogasi terhadap alam’. Alur
berpikir yang tercakup dalam metoda ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa
langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir
ilmiah yang berintikan proses logiko-hipotetiko-verifikatif ini pada
dasarnya terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Perumusan masalah,
2.
Penyusunan kerangka berpikir,
3.
Perumusan hipotesis,
4.
Pengujian hipotesis,
5.
Penarikan kesimpulan,
Ilmu
secara kuantitatif dikembangkan oleh komunitas ilmuawan secara keseluruhan,
meskipun secara kualitatif memang diakui adanya beberapa ilmuawan jenius
sebagai peletak landasan baru yang bersifat mendasar bagi perkembangan ilmu
tersebut, seperti misalnya Newton dan Albert Einstein dalam ilmu-ilmu alam dan
Max Weber, Emile Durkheim, dan Talcott Parsons dalam ilmu-ilmu sosial.
Pada hakekatnya
pengetahuan ilmiah atau ilmu mempunyai 3 fungsi, yakni menjelaskan,
meramalkan, dan mengontrol. Penjelasan keilmuan memungkinkan
kita meramal apa yang akan terjadi, dan berdasarkan ramalan tersebut
kita bisa melakukan upaya untuk mengontrol apakah ramalan itu menjadi
kenyataan atau tidak. Misalnya pengetahuan tentang adanya kaitan antara hutan
gundul dan banjir memungkinkan kita untuk bisa meramalkan apa yang akan terjadi
seandainya hutan-hutan terus ditebagi hingga gundul. Seandainya kita tidak
menginginkan timbulnya banjir sebagaimana diramalkan jika hutan gundul, maka
kita harus melakukan kontrol agar hutan-hutan tidak dibiarkan menjadi gundul,
misalnya dengan menanami kembali hutan yang ditebang itu.
6.
Teori
Posisi teori dalam disiplin keilmuan amat
strategis. Pada hakekatnya tujuan akhir setiap disiplin keilmuan adalah
mengembangkan teori yang bersifat utuh dan konsisten.
7.
Hukum
Hukum pada hakekatnya merupakan pernyataan
yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih dalam suatu hubungan
sebab-akibat (kausalitas). Posisi hukum berada dalam sebuah teori. Pernyataan
yang berupa hubungan sebab-akibat atau hubungan kausalitas Prinsip
Disamping hukum dalam sebuah teori keilmua
juga dikenal ada kategori pernyataan yang disebut prinsip. Prinsip
dapat diaritkan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi sekelompok
gejala tertentu, yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi
8.
Postulat
Postulat adalah asumsi dasar yang
kebenarannya kita terima tanpa dituntut pembuktiannya. berbeda dengan
kebenaran ilmiah yang harus disahkan melalui suatu proses yang disebut metoda
ilmiah, postulat ditetapkan tanpa melalui prosedur ilmiah melainkan ditetapkan
begitu saja.
9.
Asumsi
Asumsi merupakan kebalikan dari postulat.
Bila postulat dalam mengajukan argumentasinya tidak memerlukan bukti tentang
kebenarannya, sedangkan asumsi harus ditetapkan dalam sebuah argumentasi
ilmiah. Agar tidak memilih
cara yang keliru, maka asumsi yang kita pegang kebenarannya harus dibuktikan.
G.
Karya Ilmiah
1.
Definisi
Karya Ilmiah
Ada beberapa definisi karya ilmiah menurut para ahli, diantaranya
yaitu:
a.
Decrates
(1957), hasil kerja pikir tentang realitas sesuatu yang diaktualisasikan
melalui langkah-langkah sistematik dan sistemik dengan menggunakan metode yang
dapat dipertanggungjawabkan. Realitas sesuatu yang merupakan objek material
bagi aktivitas berpikir manusia yang dilakukan secara serius. Sementara itu,
pemikiran yang melatari kesadaran hasrat manusia untuk berpikir, merupakan
objek formal atau paradigma yang digunakan sebagai belati analisisnya dalam
mengkaji objek material
b.
Karya
ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis
menurut metodologi penulisan yang baik dan benar.(brotowidjoyo)
c.
Karya
ilmiah adalah tulisan yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan,
penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan
sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya/keilmiahannya (susilo, m. Eko, 1995:11).
Dapat disimpulkan bahwa karya ilmiah adalah suatu tulisan atau
laporan berisi fakta berdasarkan suatu pengamatan atau penelitian yang
dilakukan dan ditulis dengan metode dan sistematika penulisan yang benar.
2.
Kelompok
Karya Ilmiah
Karya ilmiah dapat
dikelompokkan menjadi dua, tertulis dan tidak tertulis.
a.
Tertulis,
karya ilmiah dalam bentuk tulisan berisikan pemikiran teoritis yang menjelaskan
tentang realitas tertentu sebagai objek materialnya. Tumbuh dan berkembang di
ilmu-ilmu social, contohnya makalah, laporan penelitian akademis, dll.
b.
Tidak
tertulis, karya ilmiah yang berwujud benda material sebagai hasil aktualisasi
ilmu pengetahuan dalam bentuk keterampilan. Tumbuh dan berkembang di ilmi-ilmu
eksak dan kealaman, cntohnya budidaya sayuran organic, dll.
3.
Standarisasi
Karya Ilmiah
Suatu karya bisa dikatakan ilmiah jika memenuhi standar kriteria
karya ilmiah, diantaranya:
a.
Orisinalitas,
dimana sebuah karya harus didukung oleh data faktual yang membuktikan
orisinalitas dari pencetus atau penciptanya dan bukan sebagai diplikasi dari
karya lain.
b.
Dapat
dipertanggungjawabkan, karya ini dapat diminta
pertanggungjawabannya. Pencetus atau pencipta memberikan penjelasan
tentang karya nya, dari latar pemikiran hingga pada tahapan pelaksanaan proses
kerja yang kemudian menghasilkan karya.
c.
Bernilai,
sebuah karya yang dihasilkan mengandung nilai-nilai positif bagi kemashlahatan
atau kebaikan hidup manusia dan pengembangan ilmu pengetahuan.
4.
Ciri-ciri
Karya Ilmiah
a.
Objektif
Keobjektifan ini tampak pada setiap fakta dan data yang
diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak dimanipulasi. Juga
setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang
bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapa pun dapat mengecek
(memvertifikasi) kebenaran dan keabsahannya.
b.
Netral
Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian
bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun
kelompok. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengajak,
membujuk, atau mempengaruhi pembaca perlu dihindarkan.
c.
Sistematis
Uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis
apabila mengikuti pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan,
klasifikasi, kausalitas, dan sebagainya. Dengan cara demkian, pembaca akan bisa
mengikutinya dengan mudah alur uraiannya, sesuai dengan metode ilmiah.
d.
Logis
Kelogisan ini bisa dilihat dari pola berpikir yang
digunakannya, pola berikir induktif atau deduktif. Kalau bermaksud
menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan pola induktif; sebaliknya, kalau
bermaksud membuktikan suatu teori atau hipotesis digunakan pola deduktif.
e.
Menyajikan fakta
(bukan emosi atau perasaan)
Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus
faktual, yaitu menyajikan fakta. Oleh karena itu, pernyataan atau ungkapan yang
emosional hendaknya dihindarkan.
f.
Tidak pleonastic
Kata-kata yang digunakan tidak berlebihan alias hemat.
Kata-katanya jelas atau tidak berbelit- belit (langsung tepat menuju sasaran).
g.
Bahasa
yang digunakan adalah ragam formal.
Selain itu, untuk dapat membedakan karya ilmiah dengan karya non
ilmiah kita dapat mengkategorisaikan sebuah karya itu ilmiah, jika;
a.
Berisikan hasil
kajian pemikiran tentang suatu tema yang dideskripsikan dengan menggunakan argumentasi
ilmiah;
b.
Analisis pemikiran diuraikan
dengan menggunakan metode ilmiah;
c.
Pemaparan
menggunakan bahasa ilmiah yang diruntun secara sistemik dan sistematik;
d.
Arah
dari isi pemaparan bersifat netral atau tidak berpihak.
5.
Sifat
Karya Ilmiah
Sebuah karya ilmiah jika
dilihat dari proses dan tujuan penulisannya, dapat dikategorikan ke dalam dua
sifat, diantaranya:
a.
Bebas
Sebuah
karya ilmiah ditulis dengan mengedepankan kebebasan penulis dalam
mengekspresikan ide-ide pemikirannya. Dimana seorang penulis tidak terikat
dengan kepentingan ide atau pemikiran tertentu. Demikian pula dengan
kebebasannya untuk tidak terikat pada ketentuan teknis penulisan. Contohnya
artikel, buku dan makalah.
b.
Terikat
Sebuah karya tulis ilmiah, yang
dalam proses penulisannya, si penulis harus mengikuti aturan, baik aturan
teknis maupun aturan non teknis berupa arah pemikiran yang dikehendaki oleh
pihak sponsor. Contohnya book review, laporan penelitian akademis (skripsi,
tesis, disertasi), project research dan makalah (tugas kuliah).
H.
Argumentasi
Menurt (Budimansyah, 2013)
istilah argumentasi merupakan bentuk penerimaan atau penolakan terhadap sebuah
penjelasan. Istilah argumentasi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk
kalimat yang tentang pernyataan menerima (afirmasi) atau menolak (negasi)
sebuah penjelasan tentang sesuatu. Kedua bentuk pernyataan diungkapkan bersifat
rasional sesuai bangunan paradigma pemikiran atau latar pengetahuan dari pihak
yang berargumentasi.
Paradigma pemikiran yang
digunakan dalam menyusun asumsi rasional menjadi dasar bagi penetapan kriteria
ilmiah nya sebuah argumentasi. Budimansyah (2013: 52) menjelas kriteria lain
bagi sebuah argumentasi ilmiah sebagai berikut:
1.
Logis
: Sesuai dengan aturan logika.
2.
Rasional
: Merupakan hasil kerja dan dipahami serta dicerna oleh rasio.
3.
Fokus
: Paparan tidak bersifat un-visible (tidak mengarah / tidak memiliki
kejelasan visi).
4.
Faktual
: Didukung oleh fakta dan data empiris.
5.
Objektif
: Netral atau tidak memihak.
6.
Teoritis
: Dapat didukung oleh teori tertentu, atau bahkan menjadi embrio bagi
terbentuknya teori baru.
7.
Konklusi
: Dapat menjadi dasar bagi penarikan konklusi atau simpulan.
8.
Analitik
: Menggunakan bahasa ilmiah, sesuai dengan wilayah keilmuan.
Dalam penulisan karya ilmiah,
terdapat beberapa jenis argumentasi yang biasa digunakan oleh seorang penulis.
Kategori jenis argumentasi terlihat dari bentuk serta isi paparan yang
terkandung dalam kalimatnya. Jenis-jenis argumentasi ini sekaligus menjadi
gambaran tentang sifat dari argumen yang digunakan oleh seorang penulis karya
ilmiah. Penggunaan jenis argumentasi sangat tergantung dari tujuan penulis
dalam mengungkapkan argumentasinya. Jenis-jenis argumentasi dimaksud menurt
(Budimansyah, 2013) adalah:
1.
Argumentasi
Deskriptis
Berisikan hasil pembacaan dan
kajian penulis tentang suatu realitas dengan berdasar pada paradigma keilmuan
tertentu. Jenis argumentasi ini biasanya digunakan oleh para penulis yang
bertujuan untuk mengungkapkan realitas sesuai dengan kondisi faktual. Dalam dunia
akademis, argumentasi jenis ini sering digunakan oleh mahasiswa strata satu
(S.1) dalam penulisan skripsi.
2.
Argumentasi
Analisis
Berisikan hasil analisa penulis
tentang suatu reallitas dengan berdasar pada paradigma keilmuan yang dimiliki
dan dikuasainya. Latar keilmuan seorang penulis akan ikut menyertai
proses penarikan konklusi atau simpulan yang dibangun dari hasil rancangan
argumentasinya. Jenis argumentasi ini merupakan gaya penalaran ilmiah di
kalangan mahasiswa strata dua (S.2) dalam menyusun tesis.
3.
Argumentasi
Reflektif
Berisikan hasil kajian dan
tafsiran penulis terhadap suatu realitas dengan menggunakan paradigma keilmuan
yang sudah inheren dalam bangunan pemikirannya. Penggunaan argumentasi jenis
ini memungkinkan seorang penulis melahirkan pemikiran baru, baik dalam bentuk
paradigma atau bahkan dalam bentuk teori. Argumentasi jenis ini seharusnya
menjadi gaya penulisan mahasiswa program doctor atau strata 3 (S.3).
Sebagai sebuah aktivitas
ilmiah, argumentasi terlahir dari proses berpikir kritis dan kehorensif. Proses
tersebut memiliki dua pola atau gaya yaitu: deduktif dan induktif. Kedua pola
atau gaya berpikir ini digunakan oleh para penulis atau peneliti yang
menggunakan bentuk pendekatan tulisan berbeda. Budimansyah (2013) meyebutkan pola
berpikir deduktif digunakan oleh para penulis atau peneliti yang menggunakan
bentuk pendekatan kualitatif sedangkan pola berpikir induktif digunakan dalam
bentuk pendekatan kuantitatif.
1.
Pola
Pikir Deduktif
Proses berpikir dari hal yang
bersifat umum kepada hal yang bersifat khusus. Pola berpikir deduktif pertama
kali diperkenalkan oleh Aristoteles (384 – 322 SM), seorang filsuf
berkebangsaan Yunani, dalam bentuk silogisme melalui karyanya yang
berjudul ‘Organon’. Pola pikir deduktif, yang berbasis pada silogisme
Aristotelian, terbangun dari tiga kategori, yaitu premis mayor, premis minor
dan konklusi. Premis mayor berbentuk asumsi umum yang kemudian diturunkan ke
dalam premis minor sebagai asumsi khusus, dan dari keduanya baru lah dapat
ditarik konklusi atau simpulan. Kategori ini lah yang kemudian dikenal sebagai
silogisme kategoris.
2.
Pola
Pikir Induktif
Proses berpikir yang bermula
dari hal khusus atau kecil untuk kemudian dijadikan sebagai dasar bagi
penyimpulan yang diharapkan dapat diberlakukan pada hal yang lebih umum atau
besar. Dalam lintasan sejarah filsafat dan ilmu, pola pikir ini pertama kali
diperkenalkan oleh Sir Francis Bacon (1561 – 1626), seorang filsuf
berkebangsaan Inggris, melalui karya fenomenalnya yang berjudul “Novum Organum”
(1620). Pola pikir induktif dihadirkan oleh Bacon sebagai bentuk kritiknya
terhadap pola pikir deduktif yang ditawarkan oleh Aristoteles.
I.
Sarana Penalaran Ilmiah
Sarana Penalaran Ilmiah dapat
dipahami sebagai fasilitas yang digunakan dalam merancang pemikiran. Setiap
bangunan keilmuan akan menggunakan sarana penalaran yang berbeda. Ilmu-ilmu
sosial lebih cenderung menggunakan logika bahasa sebagai sarana penalarannya.
Sementara, ilmu-ilmu eksak dan kealaman lebih mengedepankan statistik
angka-angka sebagai sarana penalaran ilmiah.
Sebagai sebuah kesejatian,
penalaran merupakan proses berpikir kritisnya manusia, sehingga apapun dan di
wilayah manapun kajian keilmuan dilakukan, sarana utama dan pertama yang
digunakan adalah ‘rasio’. Aktivitas rasional adalah keniscayaan yang tidak
terbantahkan dalam naturalitas berpikir manusia. Oleh karenanya, semua ilmu
pengetahuan yang tumbuh dan berkembang dalam ruang peradaban manusia pasti
menjadikan rasio sebagai sarana penalaran ilmiahnya.
Rasio adalah alat sekaligus
sarana yang dapat menangkap berbagai fenomena dan kemudian memprosesnya dalam
aktivitas kerja yang disebut berpikir (Budimansyah, 2013). Dari aktivitas ini
terlahirlah pemikiran yang diungkapkan melalui bahasa. Dengan kata lain, bahasa
adalah rumah bagi pemikiran manusia yang terlahir dari hasil kerja rasio.
Menurut Budimansyah (2013)
dikatakan benar secara ilmiah jika memiliki beberapa kriteria. Diantara
kriteria tersebut, yang dikenal sebagai kriteria kebenaran ilmiah adalah
sebagai berikut.
1.
Kebenaran
Pragmatis, yaitu kebenaran yang menjadikan nilai manfaat dari sebuah pernyataan
sebagai standar pembenarannya.
2.
Kebenaran
Korespondensif, yaitu kebenaran yang menjadikan kepastian relasi antara
pernyataan dengan isi atau materi yang dimaksudkan dari pernyataan, sebagai
standar pembenarannya.
3.
Kebenaran
Koherensif, yaitu kebenaran yang menitikberatkan pada adanya unsur
keterhubungan antara bagian-bagian dari objek yang dimaksudkan dalam ungkapan.
4.
Kebenaran
Spekulatif, kebenaran yang bersumber pada perkiraan-perkiraan, dimana perumusan
perkiraan-perkiraan didasarkan pada pengalaman yang berulang.
Budimansyah (2013) juga
menjelaskan bahwa dari keempat bentuk kebenaran ini, hanya kebenaran
korenpondensif dan kebenaran koherensif yang dapat dikategorikan ke dalam kebenaran
ilmiah, karena keduanya memenuhi persyatan bagi sebuah kebenaran ilmiah, yaitu:
1.
Dapat
dibuktikan sebagai wujud pertanggungjawaban;
2.
Dapat
dijelaskan secara logis – rasional;
3.
Mengandung
alur pemikiran sistematis dan sistemik;
4. Bersifat objektif.
BAB
III
KESIMPULAN
Pengetahuan merupakan sesuatu
yang diketahui langsung dari pengalaman, berdasarkan pancaindra, dan diolah
oleh akal budi secara spontan yang bersifat spontan, subjektif dan intuitif.
Seorang ilmuwan yang merupakan orang berpengetuhuan harus peka akan fenomena
yang terjadi di dunia ini, baik fenomena alam fisik, alam hayati, termasuk
fenomena manusia sebagai individu, insan social, politik, ekonomi maupun
sebagai manusia yang mempercayai adanya Tuhan Yang maha Esa. Ilmu
pengetahuan menjadi perintis yang membuat kemajuan teknologi menjadi lebih
pesat. Ilmu pengetahuan pun dapat timbul dan tenggelam serta hanyut bersama
dalam perkembangan peradaban manusia.
Tapi, tidak semua pengetahuan disebut
ilmu. Karena syarat-syarat untuk mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu
tercantum dalam metode ilmiah yang bersifat konseptual empiris,
eksperimental, logical-mathematical yang mengelola dan menghubungkan
fakta-fakta dalam sebuah struktur teori dan inferensi. Dalam hal ini maka
metoda ilmiah merupakan cara berfikir gabungan antara rasional (deduktif) dan
empirik (induktif). Dikatakan benar secara ilmiah jika hasil pemikiran
meiliki manfaat, kepastian relasi antara pernyataan dengan isi, keterhubungan
antara bagian-bagian dari objek yang dimaksudkan dalam ungkapan, dan dasar yang
dirumuskan lewat pengalaman yang berulang. Selain itu, hasil pemikiran juga
harus bisa dibuktikan sebagai wujud pertanggungjawaban, bisa
dijelaskan secara logis – rasional, mengandung alur pemikiran sistematis dan
sistemik dan ersifat objektif
DAFTAR PUSTAKA
Brotowidjoyo,
M. 1985. Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Suriasumantri, J. S. 1990. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer, Jakarta: Sinar Harapan.
Suriasumantri, J. S.
1996. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Budimansyah,
D. (2013). Filsafat Ilmu:Cara kerja Ilmuan. Bandung: SPs UPI.
Endraswara
Swardi, Filsafat Ilmu. PT Buku Seru. Yogyakarta. Cet ke-1. 2012
Suhartono, S. 2008. Filsafat
Ilmu Pendidikan. Jogja: Ar-Ruz media.
Hamied, F.A.2012. Filsafat
Ilmu. Bandung: SPs UPI.
http://dorokabuju.blogspot.com/2012/05/hakikat-ilmu-pengetahuan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar